Inilahkita.com | Remaja akhir yang termasuk dalam Generasi Z (usia sekitar 18–24 tahun) dikenal hidup di tengah tuntutan akademik, tekanan sosial media, dan ketidakpastian masa depan. Berbagai faktor memengaruhi bagaimana mereka merespons stres, salah satunya adalah kepribadian. Dalam psikologi, model Big Five Personality Traits menjadi salah satu pendekatan paling banyak digunakan untuk memahami perbedaan individual. Lima dimensi kepribadian tersebut—Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism—memiliki peran yang berbeda dalam membentuk kerentanan atau ketahanan terhadap stres pada remaja akhir Gen Z.
Pertama, Neuroticism merupakan faktor yang paling erat kaitannya dengan kerentanan stres. Remaja dengan skor neuroticism tinggi cenderung lebih mudah merasa cemas, pesimis, dan sensitif terhadap tekanan, sehingga stres ringan pun dapat memicu reaksi emosional yang berlebihan. Dalam konteks Gen Z yang hidup dengan paparan informasi berlebih dan perbandingan sosial, kecenderungan ini semakin memperbesar risiko mereka mengalami stres kronis.
Sebaliknya, Extraversion dan Agreeableness cenderung berfungsi sebagai pelindung terhadap stres. Remaja yang ekstrover biasanya mempunyai jaringan sosial lebih aktif dan lebih mudah mencari dukungan saat menghadapi masalah. Sementara itu, individu yang tinggi dalam agreeableness umumnya lebih mudah beradaptasi dalam hubungan interpersonal, sehingga konflik sosial tidak mudah memicu stres berkepanjangan. Kedua sifat ini berperan penting mengingat interaksi sosial menjadi salah satu faktor pemulihan stres paling efektif bagi Gen Z.
Conscientiousness berpengaruh pada kemampuan remaja mengatur waktu, merencanakan aktivitas, dan mengelola tanggung jawab. Individu dengan conscientiousness tinggi biasanya lebih siap menghadapi tekanan akademik maupun pekerjaan, sehingga tingkat stres mereka cenderung lebih rendah. Di tengah budaya multitasking dan tekanan produktivitas, sifat ini membantu Gen Z menjaga stabilitas emosi melalui disiplin dan kontrol diri.
Terakhir, Openness to Experience memberikan dampak yang lebih beragam. Remaja dengan openness tinggi biasanya lebih kreatif dan fleksibel, sehingga mampu mencari strategi unik untuk mengatasi stres. Namun, mereka juga dapat lebih rentan jika terlalu sensitif terhadap rangsangan baru atau mudah terjebak dalam overthinking ketika menghadapi perubahan. Pada Generasi Z yang sering dihadapkan pada pilihan karier dan eksplorasi diri, sifat ini dapat menjadi kekuatan maupun kelemahan tergantung konteksnya.
Secara keseluruhan, model Big Five menunjukkan bahwa kerentanan stres pada remaja akhir Gen Z tidak hanya dipengaruhi lingkungan, tetapi juga karakter kepribadian mereka. Pemahaman ini dapat membantu pengembangan intervensi psikologis yang lebih tepat sasaran, misalnya pelatihan regulasi emosi untuk individu dengan neuroticism tinggi atau pelatihan manajemen waktu bagi mereka yang rendah conscientiousness. Dengan memahami hubungan antara kepribadian dan stres, remaja Gen Z dapat mengenali kekuatan diri dan membangun strategi coping yang lebih efektif dalam menghadapi tantangan hidup modern.[]
