Oleh: Nadeem
(Bukan Kolumnis, Bukan Fans Fajar Sadboy)
Dalam semingu ini kita telah disuguhi kondisi negeri yang dalam ketegangan, kemarahan, keberingasan, dan kengerian. Aksi-aksi demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh negeri yang kita rasakan dan saksikan menampilkan itu semua.
Namun, diantara ketegangan dan kemarahan itu, masih terselip kekonyolan dan kekocakan yang membuat kita tertawa. Kekocakan yang ditampilkan salah seorang pesohor dunia hiburan, Fajar Sadboy.
Gesture yang biasa dia tampilkan di layar kaca maupun di reel-reel video di media sosial, yakni ekspresi kepasrahan, mimik muka mewek dan menangis, kali ini ia tampilkan di dalam kerumunan massa aksi demontrasi. Aksi Fajar ada yang memvideokan. Lalu tersebar di sosial media, dengan berbagai caption kalimat yang juga lucu.
Tentu saja, gesture ekspresi yang ia tampilkan itu membuat peserta aksi, yang sebagian besar berjaket ojek online (ojol) tertawa, terhibur. Fajar dipanggul di pundak peserta aksi, dibawa ke mana mana di lokasi aksi. Saya sendiri saat menonton videonya, juga ketawa ngakak.
Bagi banyak orang, apa yang ditampilkan Fajar tersebut adalah hiburan yang menyegarkan di tengah aksi. Namun, bagi saya, aksi Fajar Sadboy ini adalah sebuah aksi satire.
Satire yang ditujukan untuk para anggota DPR, para pejabat pemerintah negeri ini, yang selama ini tampil pongah, bahkan sering arogan, di depan publik. Mereka seolah tak memperdulikan kesusahan, kepedihan, kesedihan rakyat yang hidup dalam kondisi semakin hari semakin terjepit dan terhimpit akibat kebijakan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah, para petinggi dan elit-elit politik di negeri ini: semakin sulit mencari pekerjaan, gelombang PHK terjadi di mana-mana, pajak semakin besar dan mencekik, kehidupan ekonomi yang semakin sulit, dan keadilan yang sulit di dapat.
Celakanya, para pejabat dan para elit tersebut tak pernah merasa salah dan disalahkan. Hanya rakyat lah yang selalu salah, dan diposisikan kalah.
Para pejabat dan elit di DPR itu hanya mau disanjung-sanjung, dielu-elukan rakyat, dibopong tinggi-tinggi di pundak rakyat –seperti si Fajar. Rakyat hanya boleh melakukan itu. Tak boleh mengkritik apalagi menghina. Pasal dan penjara urusannya.
Padahal, semua kebijakan tiran yang mereka keluarkan itu hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan politik mereka. Meski selalu digincui dengan menyebut “atas nama rakyat”. Faktanya, justru rakyat semakin tertindas dan menderita.
Mau protes atau mengingatkan para pejabat dan elit di DPR kondisi masyarakat? Susah. Yang ada malah tunjangan anggota DPR dinaikkan signifikan, dengan ditambah tanpa potongan pajak pula. Kemudian yang lebih terasa ‘menghina’ lagi, rakyat disuguhi joget-joget dengan tertawa bahagia oleh para anggota DPR di sebuah acara di parlemen. Dikeritik oleh rakyat, malah menjawabnya dengan ucapan dan video yang meremehkan.
Dalam beberapa hari terakhir ini, tiba-tiba semua itu berubah. Tatkala kemarahan rakyat tak lagi terbendung, aksi demontrasi selama seminggu ini terus terjadi di mana-mana hampir di seluruh negeri. Disertai kerusuhan, aksi vandalisme, penjarahan –yang sebenarnya tak ingin saya tulis karena sangat tak setuju dan mengecam aksi vandal, pengerusakan, dan penjarahan tersebut.
Anggota-anggota DPR dan para pejabat yang selama pongah dan arogan tiba-tiba ramai-ramai menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat. Menyampaikannya di depan kamera dengan mimik-mimik muka sedih dan seolah-seolah menangis atau nyaris menangis. Seperti gesture dan ekspresi yang biasa ditampakkan si Fajar Sadboy, di layar kaca, maupun dalam aksi itu.
Nah, satir ini lah yang disampaikan Fajar, untuk mengejek balik para pejabat dan anggota DPR itu. Gesture dan ekspresi ketakutan, kepasrahan, dan ketidak-berdayaan, dengan muka mewek, menangis sambil mengucapkan tuntutan “Turunkan Saya”, digambarkan dan dicontohkan dengan sempurna oleh Fajar untuk mengejek pejabat dan DPR.
Tuntutan Fajar “Turunkan Saya” ini tentu lebih jujur dan lebih rasional dibandingkan tuntutan “Turunkan DPR” yang menggema. Bukan massa dari berbagai elemen rakyat dalam aksi tersebut yang tidak jujur dalam menuntut. Melainkan, DPR yang selalu mengingkari rakyat untuk memperjuangan nasibnya. Pejabat dan DPR tidak pernah mau jujur dengan janji-janji kampanye mereka.
“Turunkan Saya” si Fajar seolah mengajarkan kepada para pejabat dan anggota DPR, jika tak mengurusi rakyat, tak memperdulikan kepentingan rakyat, tak bisa dan tak mau bekerja untuk rakyat, sebaiknya mundur dan dengan sadar menurunkan diri. Nggak perlu sampai menunggu harus diturunkan rakyat. Lalu tampil minta maaf dengan muka sedih nyaris mewek.
Kejujuran “Turunkan Saya” si Fajar Sadboy itu lah yang selama ini dinantikan oleh rakyat, wahai pejabat dan DPR.
–{}–