By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inilah KitaInilah KitaInilah Kita
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Reading: Tuntutan Bebas Menjerat
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
Inilah KitaInilah Kita
Font ResizerAa
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inilah Kita
Inilah Kita > Blog > DialeKita > Tuntutan Bebas Menjerat
DialeKita

Tuntutan Bebas Menjerat

Masih kasus Supriyani, seorang guru honorer lebih dari satu dekade, yang berkembang menjadi drama hukum nan absurd di panggung nasional.

Redaksi Kita
Redaksi Kita Published 13/11/2024
Share
SHARE

Ahmadie-Thaha-Anime

Catatan Cak AT

INILAH KITA | Masih kasus Supriyani, seorang guru honorer lebih dari satu dekade, yang berkembang menjadi drama hukum nan absurd di panggung nasional. Kita menyaksikan tuntutan jaksa yang melibatkan dua kepentingan bertentangan: keadilan bagi seorang guru dan kepentingan seorang oknum polisi yang sekaligus orang tua siswa dalam kasus ini.

Bayangkan, dalam sidang ketujuh di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (11/11/2024), jaksa menuntut Supriyani bebas. Tuntutan ini tampak berpihak pada keadilan. Namun, jaksa tetap menyatakan bahwa “pemukulan” telah terjadi, meskipun tindakannya tak bisa dianggap sebagai tindak pidana.

Jaksa tampak ingin memuaskan semua pihak: publik yang menganggap Supriyani terzalimi, namun juga mengakomodasi tuduhan dari pihak polisi yang menuding guru tersebut menganiaya anaknya. Tuntutan ini seperti komedi absurd—di satu sisi membebaskan, di sisi lain tetap menjerat.

Tuntutan bebas tersebut pada dasarnya tidak membuat Supriyani benar-benar bebas. Jaksa tetap “memvonis” Supriyani melakukan kekerasan, meski “tanpa niat jahat.” Hal ini menciptakan stigma yang bisa membuat Supriyani selamanya berlabel sebagai guru pemukul. Bukankah ini yang diinginkan polisi yang juga orang tua siswa?

Di tingkat pusat, Kapolri turut turun tangan, memerintahkan pemeriksaan terhadap polisi yang diduga memeras Supriyani dengan permintaan uang damai sebesar Rp50 juta. Kapolsek dan Kanit Reskrim Baito bahkan dicopot lebih dulu karena diduga turut terlibat dalam permainan ini, menunjukkan adanya masalah moral di institusi kepolisian pada berbagai tingkatan.

Kapolri berjanji akan memecat polisi yang terbukti memeras Supriyani. Janji yang patut diapresiasi, jika benar-benar terealisasi. Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah juga telah berjanji untuk mengangkat Supriyani sebagai guru non-PSN. Mengapa tidak sekalian mengangkatnya sebagai PSN? Apakah terlalu sulit?

Pemandangan pengadilan terhadap Supriyani ini memperlihatkan sebuah ironi hukum yang pahit. Betapa seorang guru honorer yang setiap hari berjuang mengajar di pelosok, di Sekolah Dasar Negeri Baito yang terpencil, mendadak harus menghadapi tuntutan hukum, tuntutan sosial, dan permainan politik.

Jika kita renungkan, kasus ini mengungkapkan ironi peradilan di negeri kita. Bagaimana bisa seorang jaksa yang seharusnya menjadi penjaga kebenaran mengeluarkan tuntutan bebas namun tetap mencantumkan tuduhan kekerasan? Mengapa tidak sekalian saja jaksa memeriksa kembali kebenaran di balik tuduhan dan klaim “pemukulan” tersebut?

Kalau memang tidak ada niat jahat, lalu mengapa masih dicantumkan dalam dakwaan? Di sini terlihat permainan narasi yang ambigu dan nyaris parodik, di mana keputusan dibuat bukan untuk menegakkan hukum, tetapi untuk menjaga citra dan kepentingan tertentu. Kita pantas bertanya, ada apa di balik ini semua?

Kasus Supriyani ini mengingatkan kita pada kenyataan pahit patgulipat hukum. Di negeri ini, mereka yang berada di bawah hirarki sosial—guru honorer, buruh, rakyat kecil—sering kali terperangkap dalam permainan hukum yang lebih melayani kepentingan golongan tertentu ketimbang keadilan sejati.

Rakyat sungguh muak melihat semua permainan ini. Sudah saatnya jaksa, polisi, dan hakim di pengadilan berhenti bermain dagelan hukum dan mulai bekerja untuk memberikan keadilan yang sesungguhnya, bukan hanya simbolis.

Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 13/11/2024

TAGGED:guru supriyanikeadilan
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp LinkedIn Telegram Email
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article karya anak sma Para Pelajar SMA di Indonesia Siap Presentasi Makalah di Malaysia, SMA Mana Saja?
Next Article integritas bahlil Integritas Bahlil

Latest News

mengenal kabpuaten langkat
Mengenal Kabupaten Langkat: Permata Hijau di Utara Sumatera
Nusantara
peresmian kantor IZI Jakarta
IZI Resmikan Kantor Perwakilan ke-17 di Jakarta
Sekitar Kita
sungai kita
Ketika Ribuan Ton Antiobiotik Mengancam Kehidupan Sungai
DialeKita
Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor dengan ETS Global dan IIEF Adakan Tes TOEFL Resmi
Akademika
Bisakah Dosen Sejahtera Hak, Kenyataan dan Realita!
Bisakah Dosen Sejahtera? Hak, Kenyataan dan Realita!
DialeKita
noto susanto
Budaya Cari Muka, Pentingkah dalam Kehidupan?
DialeKita
sahid tour
Sahid Tour dan BSI SME Group Sinergi Permudah Akses Ibadah Haji dan Umrah
Sekitar Kita

Baca Artikel Lain

Karena 'Flourish', Kita Jadi Juara Dunia!
DialeKita

Karena ‘Flourish’, Kita Jadi Juara Dunia!

09/05/2025
noto susanto
DialeKita

Risiko Pintu Menuju Kesuksesan?

09/05/2025
sekolah gratis
DialeKita

Akhirnya, Sekolah Gratis Sepenuhnya

07/05/2025
DialeKita

Matahari Kembar

06/05/2025
Previous Next

Ikon Logo Inilah Kita

Kategori

  • Akademika
  • DialeKita
  • Generasi
  • Kesehatan
  • Kiat Kita
  • Komunitas
  • Nusantara
  • Sekitar Kita
  • Uncategorized

Inilah Kita

  • About
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media
  • Term & Condition
Inilah KitaInilah Kita
©2024 Inilah Kita
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?