Inilah Kita.com | Jakarta — Okupansi dan genosida oleh Israel terhadap Palestina menjadi tema sentral dibahas saat Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, bersama beberapa lembaga yang concern dengan perjuangan Palestina, bertemu dengan awak media dalam sebuah acara media gathering.
Media gathering yang bertajuk “Satukan Langkah Mendukung Palestina” tersebut dilaksanakan di Ruang BKSAP, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/3/25).
Acara yang diinisiasi oleh sebuah lembaga Non-Governmental Organization (NGO) yang fokus dalam perjuangan pembebasan Palestina, Smart 171 ini juga menghadirkan pembicara dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), akademi Universitas Indonesia (UI), dan jurnalis, sebagai narasumber.
Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera yang tampil sebagai pembicara pertama menegaskan tentang komitmen Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina melalui berbagai forum internasional.
“Perjuangan ini sesuai dengan konstitusi kita untuk menghapuskan segala penjajahan di atas dunia, dan meneruskan semangat pendiri bangsa ini bahwa kita harus mendukung penuh kemerdekaan Palestina,” tegas Mardani.
Mardani menyampaikan, dalam setiap kesempatan, baik dalam bentuk dialog maupun kerja sama dengan pihak parlemen negara-negara sahabat, DPR selalu menyampaikan pentingnya dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina melalui diplomasi jalur kedua (second track diplomacy), baik dengan parlemen maupun pemerintah negara-negara sahabat.
Sebagai jalur diplomasi, sambung Mardani, DPR RI memanfaatkan hubungan multilateral seperti ASEAN, Inter-Parliamentary Union (IPU), dan Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) dengan satu solusi, yakni pembagian wilayah dua negara (two-state solution): Palestina dan Israel, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
“Seburuk apa pun situasi dan kondisinya, dalam setiap pertemuan, antar parlemen maupun dengan pihak pemerintah negara-negara sahabat sebagai jalur second track diplomacy, kita tetap menyampaikan pentingnya dukungan terhadap perjuangan dan kemerdekaan Palestina, dengan satu solusi, yakni two-state solution, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina,” ucap Mardani.
Mardani mengaku, selain mengadakan berbagai berbagai event untuk mengangkat isu Palestina, salah satunya Run For Palestine, pihaknya telah mengumpulkan 122 organisasi masyarakat (ormas) dan lembaga untuk bersama terus menyerukan dukungan kemerdekaan Palestina.
“Pada bulan Januari lalu kami telah mengumpulkan 122 ormas dan lembaga, bersama-sama terus menyerukan perjuangan pembebasan Palestina dan kemerdekaan Palestina,” imbuhnya.
Hal yang menarik justru disampaikan oleh Staff Ahli Bidang Hubungan Antar-lembaga Kemenlu RI, Muhsin Syihab yang menyebut bahwa two-state solution yang disebut oleh Mardani Ali Sera itu sebagai mimpi.
“Jujur saya ingin menyampaikan bahwa two-state solution itu cuma mimpi. Karena banyak pihak, baik yang mendukung Palestina maupun sebaliknya, yang ternyata tidak setuju dengan gagasan ini,” tutur Muhsin.
Diplomat yang pernah bertugas di dewan PBB tersebut lantas menegaskan bahwa untuk saat ini, two-state solution merupakan satu-satunya impian yang harus terus dijaga dan diperjuangkan. Sekecil apapun peluangnya –mengingat kengototan pihak Israel yang berambisi ingin segera menguasai Palestina dengan tetap melancarkan serangan militer ke Gaza, Palestina, dengan melanggar gencatan senjata, agar okupansi dan genosida yang terjadi di Palestina bisa segera berakhir. Dan, gencatan senjata secara permanen bisa terwujud.
“Namun saat ini, two-state solution itu adalah satu-satunya impian kita. Tentunya kita tidak ingin mencerabut dan menghilangkan satu-satunya impian yang kita miliki itu. Kita menginginkan agar gencatan senjata secara permanen terjadi di sana,” ucap Muhsin.
Menurut Muhsin, peran media sebagai penyampai berita dan informasi yang akurat tentang apa yang terjadi Palestina, sangat krusial. Peran media sebagai penangkal destruksi-informasi yang memang diproduksi secara global dengan masif oleh pihak-pihak yang ingin menutupi kejahatan perang yang dilakukan oleh terhadap Palestina.
Saat ini, sambung Muhsin, Opini yang dikembangkan oleh Israel secara global hanya menitik fokuskan pada peristiwa 7 Oktober 2023.
“Narasinya selalu hanya tentang peristiwa 7 Oktober 2023. Padahal, kejahatan perang Israel itu dilakukan sejak lama sebelum itu, dan terus terjadi hingga hari ini. Kesalahpahaman ini terus dipropagandakan dan difabrikasi oleh Israel, secara global kepada masyarakat internasional, termasuk di Indonesia,” tegasnya.
Secara khusus, Muhsin menyampaikan bahwa disinformasi dan destruksi-informasi dalam pemberitaan dengan menggunakan diksi-diksi yang mengaburkan penjajahan Israel dan kejahatan genosida terhadap Palestina memang sengaja diproduksi, untuk pembentukan opini global dengan hanya menyebutnya sebagai “konflik Palestina-Israel”. Muhsin menyebut hal itu sebagai sebagai upaya penyesatan informasi (misleading) dan destruksi-informasi atas fakta sebenarnya yang terjadi di Palestina.
“Dalam pemberitaan, banyak media menyebut bahwa apa yang terjadi di Palestina itu adalah konflik Palestina-Israel. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah occupancy. Occupying Israel atas Palestina. Occupied territory. Karena bahasa resmi yang disampaikan di PBB dalam menyebut apa yang terjadi di Palestina itu hanya dua, yakni occupying dan Occupied. Saya pastikan, yang menyebut sebagai konflik Palestina-Israel dalam pemberitaannya itu misleading, itu bentuk destruksi-informasi,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Muhsin, penting bagi media untuk menyampaikan berita yang benar, dengan menggunakan diksi yang tepat, agar masyarakat bisa memahami dengan benar tentang peristiwa pendudukan (penjajahan) yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, dan memahami konteks penjajahan sebuah wilayah negara.
“Perang tidak hanya terjadi di daratan, juga di udara melalui opini, informasi, dan pemberitaan. Maka, peran jurnalis sangat diperlukan untuk menyampaikan fakta yang benar terkait penjajahan dan kekejaman genosida yang dilakukan Israel atas Palestina,” kata Muhsin.
Pentingnya peran media dalam menangkal misleading dan destruksi-informasi terkait Palestina juga diamini oleh direktur Smart 171, Maimon Herawati yang hadir sebagai pembicara.
Dalam pemaparannya, Maimon menyampaikan banyak data dan fakta terkait pemberitaan yang tak berimbang soal Israel dan Palestina.
“96 persen pemberitaan di Amerika dan dunia internasional menyebut apa yang terjadi di Palestina adalah konflik (Palestina-Israel). Hanya 4 persen saja berita yang menyebut hal sebagai occupancy (penjajahan),” ucap Maimon.
Menurut Maimon, hal itu tak lepas dari kekuatan finansial yang digelontorkan oleh Israel secara khusus kepada media dan jurnalis demi membangun penyesatan informasi (misleading information), dengan membentuk opini pembenaran atas okupansi dan kejahatan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
“Tak kurang dari 150 juta dolar AS digelontorkan oleh Israel, yang didapatkan dari para donaturnya untuk membangun public opinion. Salah satu donatur besarnya adalah Rupert Murdoch,” ucap Maimon.
Seperti kita ketahui, Rupert Murdoch adalah raja media, dengan jaringan medianya yang tersebar luas di seluruh dunia.
Melalui jaringan medianya, lanjut Maimon, Murdoch mengendalikan opini dan pemberitaan terkait perang Israil-Palestina.
“Ada memo rahasia terhadap para wartawan New York Times yang melarang penggunaan bahasa occupancy dan genosida terkait Palestina-Israel tersebut,” ungkap Maimon.
Hal ini juga mempengaruhi pemberitaan media di Indonesia. Di mana, 9 dari 10 media yang ia riset, juga menyampaikan pemberitaan yang tidak berimbang terhadap Palestina.
“Media di Indonesia banyak mengutip berita-berita tentang Palestina dari media-media internasional yang dikontrol oleh Israel dan jaringannya. Jadi, siapa yang dikutip, dari mana berita dikutip, itu sangat menentukan,” sambung Maimon.
Maimon yang juga dosen jurnalistik mengaku, ini adalah tantangan yang berat bagi wartawan dan media dalam menyampaikan berita dan mendapatkan sumber berita yang tepat.
“Kita dituntut untuk cover both-side ketika membuat berita, namun jika sumber berita dari media-media besar internasional yang justru tidak akurat dan tidak berimbang dalam memberikan infomasi, itu sangat berpengaruh,” tutur Maimon.
Tantangan berat yang juga diakui oleh jurnalis Republika, Fitriyan Zamzami yang juga hadir sebagai narasumber.
Fitriyan mengaku, bagaimana sikap pro-Palestina membawa konsekuensi berat bagi medianya. Tak hanya beritanya di-take down, media sosial yang dimiliki oleh medianya kerap ditutup dan dihapus oleh pihak-pihak yang ia yakini sebagai jaringan Israel.
“Meta menutup laman Facebook kami dengan 2,5 juta pengikut, Tiktok dengan 14 juta pengikut hilang, kondisi Instagram juga tak jauh berbeda, telah beberapa kali dihapus,” ujar Fitriyan.
Oleh karena itu, penting untuk segera membangun solidaritas global, melalui kerjasama dari berbagai elemen, baik dari lembaga, parlemen, pemerintah, dan media, agar menjadi sebuah kekuatan, yang mampu menekan Israel.
Solidaritas global yang oleh Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Agung Nurwijoyo disebut sebagai “shield of solidarity”. Sebuah solidaritas yang menurut Agung pengaruhnya bisa melampaui Liga Arab jika diikuti oleh negara-negara Global South.
“Dukungan internasional tidak akan berarti apa-apa jika tidak dikonversi menjadi power. Kekuatan melalui kerja sama multilateral dan bilateral inilah yang nantinya bisa memberikan perlawanan dan mampu menekan Israel, dibandingkan dengan negara-negara di Liga Arab yang saat ini tampak gamang dalam bersikap, seolah membiarkan okupansi dan kejahatan genosida terjadi di Palestina ,” tutur Agung.
Acara media gathering bersama lintas lembaga, praktisi dan akademisi ini menjadi momentum bagi semua pihak, khususnya para jurnalis, untuk memperkuat narasi, memilih diksi, menggali sumber berita yang benar dan tepat dalam tugas jurnalistiknya. Juga, untuk menyamakan persepsi serta menyelaraskan langkah bagi dukungan terhadap Palestina.
Dalam acara ini disepakati, untuk membangun langkah bersama, bersinergi menyuarakan dukungan ke Palestina, dengan membentuk sebuah ekosistem perjuangan Palestina, baik melalui berita dan narasi, maupun melalui kerja sama dengan berbagai pihak, agar cita-cita perjuangan terhadap Kemerdekaan Palestina dapat terwujud.