By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inilah KitaInilah KitaInilah Kita
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Reading: Filosofi Trotoar
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
Inilah KitaInilah Kita
Font ResizerAa
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inilah Kita
Inilah Kita > Blog > DialeKita > Filosofi Trotoar
DialeKita

Filosofi Trotoar

Trotoar itu penuh motor yang parkir sembarangan, gerobak pedagang kaki lima, bahkan ada sepeda motor yang melintas

Redaksi Kita
Redaksi Kita Published 16/11/2024
Share
filosofi trotoar
dok. depositphotos.com
SHARE
Ahmadie-Thaha-Anime
By AI

Catatan Cak AT

INILAH KITA | Bayangkan pagi yang cerah di salah satu sudut kota di Indonesia. Sebuah trotoar lebar membentang seperti undangan, dihiasi paving block yang berkilau terkena sinar matahari. Ada jalur warna kuning kunyit khusus untuk difabel, dan di sana-sini tampak bangku taman yang berdebu, karena jarang disentuh.

Tapi, kenyataannya? Trotoar itu penuh motor yang parkir sembarangan, gerobak pedagang kaki lima, bahkan ada sepeda motor yang melintas. Sejak Anies Baswedan tidak jadi gubernur, itulah pemandangan trotoar di Jakarta. Jika trotoar bisa berbicara, ia mungkin akan berkata, “Apakah kalian tahu aku dibuat untuk berjalan kaki?”

Ironi ini bukan hanya pemandangan sehari-hari, melainkan metafora dari gaya hidup kita. Kita lebih sering memilih jalan pintas daripada jalan sehat. Padahal, manfaat jalan kaki bukan hanya sebatas angka di aplikasi pedometer; itu merupakan langkah literal menuju kehidupan yang lebih baik.

Menurut banyak penelitian, berjalan kaki secara rutin —bahkan hanya 10 menit sehari— dapat menurunkan risiko berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Menurut data, berjalan kaki setiap hari selama 10 menit saja bisa memperpanjang usia —hingga 1,4 tahun untuk pria dan 0,9 tahun untuk wanita berusia 60 tahun ke atas.

Para ahli merekomendasikan kita berjalan kaki 6.000 hingga 8.000 langkah sehari untuk usia di atas 60 tahun, dan hingga 10.000 langkah untuk mereka yang lebih muda. Bagi pejalan dengan kecepatan sedang (5 km/jam): 6.000 langkah bisa ditempuh sekitar 45 menit, 8.000 langkah sekitar 1 jam, dan 10.000 langkah sekitar 1 jam 15 menit.

Namun, di Indonesia, target ini terasa seperti mimpi di siang bolong. Banyak dari kita yang lebih suka menunggu ojek online, meskipun jarak ke tujuan kita hanya sepelemparan batu. Sebagai perbandingan, masyarakat di Jepang dan Eropa terkenal karena kebiasaan jalan kaki mereka. Anda pasti sudah melihat mereka di Youtube.

Di kota-kota seperti Tokyo atau Amsterdam, trotoar adalah ruang hidup —digunakan untuk berjalan, bersepeda, atau sekadar bersosialisasi. Sementara itu, di sini, kita malah memperlakukan trotoar seperti museum terbuka: indah untuk dilihat, tapi tidak untuk disentuh. Padahal, banyak Pemda sudah memperindah trotoar kota.

Filosofi trotoar di Indonesia sering kali lebih banyak menyuarakan “niat baik yang tidak sampai.” Pemerintah membangun trotoar yang lebar dan estetik, tapi lupa melibatkan budaya masyarakat yang menggunakannya. Pedagang kaki lima mencari nafkah, motor mencari tempat parkir, dan kita? Kita mencari alasan untuk tetap malas.

Di tengah semua ini, ada ironi yang tak terelakkan: orang yang paling sering berada di trotoar bukanlah pejalan kaki, melainkan mereka yang tidak punya pilihan lain. Anak sekolah yang berangkat tanpa kendaraan, ibu-ibu yang membawa barang belanjaan, atau pekerja kasar yang mengangkut beban lebih berat dari yang pantas untuk tubuh manusia.

Kita hidup di era di mana duduk telah menjadi “penyakit baru.” Di rumah kita duduk. Di kendaraan, kita juga duduk. Di kafe, tentu kita tidak makan atau minum sambil jalan-jalan. Menurut data kesehatan, terlalu banyak duduk berkontribusi pada masalah kesehatan kronis, dari obesitas hingga gangguan mental.

Jalan kaki, di sisi lain, menawarkan solusi sederhana dan murah. Bahkan, menurut Profesor Tom Yates dari University of Leicester, menambah 10 menit jalan kaki sehari bisa meningkatkan kualitas hidup secara signifikan, yaitu tambah umur. Dalam sepuluh menit, kita setidaknya bisa mengayunkan kaki sebanyak 1.333 langkah.

Namun, mengapa kita tetap enggan? Mungkin karena budaya kita tidak pernah benar-benar memprioritaskan kebugaran fisik. Atau mungkin, kita merasa terlalu sibuk dengan ilusi produktivitas sehingga lupa bahwa langkah kecil pun bisa membawa perubahan besar. Seolah-olah dengan duduk terus di depan laptop, kita bisa menjadi lebih produktif.

Jika ada satu hal yang trotoar ajarkan pada kita, itulah kesabaran. Seperti prajurit yang berdiri di garis depan, trotoar kita tetap tabah meski terus-menerus disalahgunakan. Ia adalah simbol kemajuan yang mengingatkan kita bahwa modernisasi tidak hanya soal membangun, tapi juga soal memanfaatkan apa yang telah dibangun.

Jadi, apa langkah kita selanjutnya? Mungkin sesederhana berjalan kaki ke warung terdekat, atau memilih naik transportasi umum daripada kendaraan pribadi. Trotoar tidak meminta banyak —hanya sedikit perhatian dan penghargaan. Karena pada akhirnya, trotoar adalah panggung yang menunggu untuk dipakai, bukan sekadar hiasan kota.

Jika Anda merasa tulisan ini terlalu serius, anggap saja sebagai satire. Karena, mari kita jujur, kapan terakhir kali Anda benar-benar menggunakan trotoar untuk berjalan kaki, dan bukan sebagai tempat mengambil foto Instagram? Mari mulai dari langkah kecil: gunakan trotoar seperti yang seharusnya. Jika tidak demi kesehatan, setidaknya demi rasa syukur punya ruang publik yang terus-menerus kita abaikan.

Cak AT – Ahmadie Thaha (Kolumnis, Wartawan Senior)
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 16/11/2024

TAGGED:budaya malasparkirpejalan kakitrotoar
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp LinkedIn Telegram Email
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Direktorat Jenderal Pesantren, Tuan di Rumah Sendiri
Next Article persami halal Perhimpunan Saudagar Muslimah Indonesia Gelar Workshop Halal

Latest News

Karena 'Flourish', Kita Jadi Juara Dunia!
Karena ‘Flourish’, Kita Jadi Juara Dunia!
DialeKita
noto susanto
Risiko Pintu Menuju Kesuksesan?
DialeKita
sekolah gratis
Akhirnya, Sekolah Gratis Sepenuhnya
DialeKita
qurban izi
Bukan Qurban Biasa: IZI Hadirkan Olahan Siap Saji untuk Negeri dan Dunia
Komunitas
Matahari Kembar
DialeKita
izi jakarta
LAZNAS IZI Resmikan Kaidah Kepatuhan Syariah Revisi 03: Standar Baru Tata Kelola Dana Umat
Komunitas
Peran Baru Jurnalis, Melatih AI Menulis Berita
Peran Baru Jurnalis, Melatih AI Menulis Berita
DialeKita

Baca Artikel Lain

DialeKita

Baterai Nuklir Lipat, Energi Menjanjikan Masa Depan

05/05/2025
DialeKita

Suami Takut Istri, Kok Bisa?

11/04/2025
DialeKita

Lebaran Manis

02/04/2025
DialeKita

Selamat Mudik, Selamat Berlebaran Bersama Keluarga

29/03/2025
Previous Next

Ikon Logo Inilah Kita

Kategori

  • Akademika
  • DialeKita
  • Generasi
  • Kesehatan
  • Kiat Kita
  • Komunitas
  • Nusantara
  • Sekitar Kita
  • Uncategorized

Inilah Kita

  • About
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media
  • Term & Condition
Inilah KitaInilah Kita
©2024 Inilah Kita
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?