By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inilah KitaInilah KitaInilah Kita
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Reading: Ketika Ribuan Ton Antiobiotik Mengancam Kehidupan Sungai
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
Inilah KitaInilah Kita
Font ResizerAa
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inilah Kita
Inilah Kita > Blog > DialeKita > Ketika Ribuan Ton Antiobiotik Mengancam Kehidupan Sungai
DialeKita

Ketika Ribuan Ton Antiobiotik Mengancam Kehidupan Sungai

Redaksi Kita
Redaksi Kita Published 21/05/2025
Share
sungai kita
SHARE

INILAHKITA.COM | Bayangkan Anda sedang batuk-pilek, lalu sang dokter dengan penuh kasih sayang menuliskan resep antibiotik. Anda pun menenggaknya, berharap si jahat bernama bakteri langsung tewas terbakar. Selesai? Sayangnya, tidak sesederhana itu.

Antibiotik yang baru saja Anda telan tidak langsung lenyap dari tubuh seperti sulap. Mereka justru memulai petualangan baru —keluar melalui air seni, menyusuri saluran got, masuk ke sistem pengolahan limbah (kalau ada), dan akhirnya bermuara ke sungai-sungai yang tenang di dunia.

Sebelum kita buru-buru menuding antibiotik sebagai biang kerok kerusakan sungai, mari kita kenali dulu siapa mereka. Antibiotik, dari kata ‘anti’ yang berarti melawan dan ‘bios’ yang artinya kehidupan, memang secara harfiah berarti “melawan kehidupan.” Tapi tenang, mereka bukan zombie pembunuh. Mereka jagoan —pasukan elit yang dikirim hanya ketika tubuh kita diserbu oleh bakteri penyebab penyakit.

Sayangnya, para jagoan ini sering dipanggil bukan pada waktunya. Banyak orang menganggap antibiotik seperti camilan kesehatan: dikonsumsi setiap kali merasa tidak enak badan, tanpa peduli apakah penyebabnya virus atau bakteri. Padahal, flu biasa atau batuk ringan seringkali tak butuh antibiotik sama sekali.

Akibatnya, antibiotik kerap dipaksa tampil di panggung meski bukan gilirannya. Dampaknya? Selain melatih bakteri menjadi lebih kebal, residu antibiotik itu tak benar-benar hilang dari tubuh. Mereka keluar bersama urin kita, lalu menyapa dunia luar.

Dan di sinilah cerita menjadi semakin dramatis.

Penelitian terbaru dari McGill University, Kanada, mengungkapkan bahwa sekitar 8.500 ton antibiotik mengalir ke sungai-sungai di dunia setiap tahun —bahkan setelah melewati sistem pengolahan limbah sekalipun. Ya, delapan ribu lima ratus ton, itu tidak sedikit.

Studi ini dipimpin oleh Dr. Sebastian Sauvé, profesor kimia lingkungan di McGill. Ia mengatakan: “Kami menemukan jejak antibiotik di 258 dari 258 sungai yang kami teliti di 104 negara. Artinya, tidak ada satu pun sungai yang benar-benar bersih dari paparan antibiotik.”

Saking halus dan larutnya, residu ini tak kasatmata. Tapi efeknya sangat nyata. Sungai kini menjadi arena magang bagi bakteri-bakteri yang sedang naik pangkat —menjadi superbug alias bakteri kebal antibiotik. Akan berbahaya jika superbug ini masuk ke tubuh makhluk.

Dan salah satu aktor utama dalam kisah ini adalah Amoksisilin, antibiotik sejuta umat. Ia menjadi “penghuni tetap” air sungai di Asia Tenggara —kawasan dengan pertumbuhan konsumsi antibiotik yang sangat tinggi. Ironisnya, banyak negara di kawasan ini belum memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai.

Sungai pun menjadi semacam laboratorium terbuka, tempat residu obat dan mikroorganisme berpesta pora. Ikan-ikan kecil yang tadinya hidup damai di antara lumut dan bebatuan, kini harus berenang di air bercampur antibiotik dosis mikro. Bukan tambah sehat, malah stres: ini makanan atau racun?

Sejumlah penelitian bahkan mencatat perubahan perilaku dan sistem biologis makhluk air akibat paparan antibiotik jangka panjang. Jika ikan-ikan ini naik ke meja makan, apa tidak berbahaya? Tapi ya, siapa peduli? Asal manusia cepat sembuh dan makan kenyang, urusan ekosistem bisa ditunda, katanya.

Padahal, studi McGill ini bahkan belum menghitung limbah antibiotik dari industri peternakan dan farmasi —dua sektor yang juga menyumbang residu besar ke lingkungan. Jadi, yang kita lihat hari ini, baru pucuk dari gunung es yang terapung di sungai.

Kalau sungai bisa bicara, mungkin ia akan berkata: “Cukup sudah aku jadi tempat pelampiasan ambisi manusia.”

Tentu, kita tidak sedang mengatakan bahwa antibiotik adalah musuh. Kita butuh mereka. Dunia akan kacau tanpa antibiotik. Tapi kita juga harus ingat, bahwa kekuatan besar datang bersama tanggung jawab besar.

Edukasi publik harus lebih masif: kapan antibiotik dibutuhkan, dan kapan cukup teh jahe saja serta istirahat. Dan kalau Anda punya sisa antibiotik di rumah, tolong, jangan dibuang ke toilet sambil menyenandungkan lagu nasional.

Kita perlu sistem manajemen limbah medis yang cerdas —bukan sekadar saling lempar tanggung jawab antara rumah tangga, industri, dan pemerintah. Negara butuh regulasi yang tegas dan dijalankan sungguh-sungguh.

Tapi di atas segalanya, kita —para peminum antibiotik musiman— harus sadar bahwa kesehatan pribadi dan kesehatan ekosistem itu bukan dua hal yang bisa dipisahkan.

Kalau sungai kita rusak, air bersih menghilang, dan kita kembali sakit… siapa yang akan menyelamatkan kita? Antibiotik? Mungkin ia sudah pensiun, kelelahan karena terlalu sering disalahgunakan.

Maka rawatlah tubuh dengan bijak. Tapi lebih dari itu, rawatlah sungai kita. Karena antibiotik yang masuk dari mulut Anda, bisa berdampak panjang hingga ke ekor ikan yang bahkan tak pernah kenal dokter.

Catatan Cak AT – Ahmadie Thaha (Kolumnis)
Ma’had Tadabbur al-Qur’an

TAGGED:antibiotikkesehatansungai
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp LinkedIn Telegram Email
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor dengan ETS Global dan IIEF Adakan Tes TOEFL Resmi
Next Article peresmian kantor IZI Jakarta IZI Resmikan Kantor Perwakilan ke-17 di Jakarta

Latest News

mengenal kabpuaten langkat
Mengenal Kabupaten Langkat: Permata Hijau di Utara Sumatera
Nusantara
peresmian kantor IZI Jakarta
IZI Resmikan Kantor Perwakilan ke-17 di Jakarta
Sekitar Kita
Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor dengan ETS Global dan IIEF Adakan Tes TOEFL Resmi
Akademika
Bisakah Dosen Sejahtera Hak, Kenyataan dan Realita!
Bisakah Dosen Sejahtera? Hak, Kenyataan dan Realita!
DialeKita
noto susanto
Budaya Cari Muka, Pentingkah dalam Kehidupan?
DialeKita
sahid tour
Sahid Tour dan BSI SME Group Sinergi Permudah Akses Ibadah Haji dan Umrah
Sekitar Kita
social media marketing
Sosial Media Marketing untuk Tingkatkan Penjualan Bisnis
Kiat Kita

Baca Artikel Lain

Karena 'Flourish', Kita Jadi Juara Dunia!
DialeKita

Karena ‘Flourish’, Kita Jadi Juara Dunia!

09/05/2025
noto susanto
DialeKita

Risiko Pintu Menuju Kesuksesan?

09/05/2025
sekolah gratis
DialeKita

Akhirnya, Sekolah Gratis Sepenuhnya

07/05/2025
DialeKita

Matahari Kembar

06/05/2025
Previous Next

Ikon Logo Inilah Kita

Kategori

  • Akademika
  • DialeKita
  • Generasi
  • Kesehatan
  • Kiat Kita
  • Komunitas
  • Nusantara
  • Sekitar Kita
  • Uncategorized

Inilah Kita

  • About
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media
  • Term & Condition
Inilah KitaInilah Kita
©2024 Inilah Kita
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?