Inilahkita.com | Tulisan sederhana ini lahir dari perintah ruhani. Di ujung fajar, penulis bermimpi melihat almarhum KH. Abdullah Syukri Zarkasyi — sosok guru teladan, pembimbing ruhani, dan penerus kepemimpinan pesantren modern — sedang berkumpul bersama para guru KMI Gontor di BPPM.
Dalam majelis itu, semua guru duduk dengan khusyuk mendengarkan nasihat beliau. Penulis, yang berada di barisan paling barat depan, menyimak dengan penuh ta‘zhim. Seusai nasihat itu, beliau menghampiri dan bertanya lembut:
“Ikhwan… buku apa yang kau bawa?”
Saya menjawab lirih, “Buku tentang Nabi Muhammad, Ustadz…”
Beliau tersenyum, lalu berkata singkat namun sarat makna:
“Baik. Kamu tulis isinya dua lembar saja, dan serahkan kepadaku.”
Maka dengan penuh tawadhu‘, tulisan ini penulis persembahkan sebagai jawaban atas instruksi ruhani beliau — semoga menjadi obat rindu perjumpaan ruhani dan pengingat bahwa kepemimpinan sejati berawal dari cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Pendahuluan
Di antara ribuan tokoh besar yang pernah menghiasi panggung sejarah dunia, hanya satu nama yang tetap memimpin dari masa ke masa: Muhammad bin Abdullah ﷺ.
Michael H. Hart, dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, menempatkan Nabi Muhammad ﷺ di peringkat pertama manusia paling berpengaruh sepanjang zaman.
Namun bagi umat Islam, Rasulullah ﷺ bukan hanya pemimpin besar sejarah, melainkan juga pemimpin agung peradaban dan pembimbing jiwa manusia hingga akhir zaman.
Tulisan ini berusaha memaparkan secara ringkas mengapa Nabi Muhammad ﷺ bukan sekadar Nabi dan Rasul terakhir, tetapi juga pemimpin agung dunia (al-Qāid al-A‘ẓam) yang keteladanan dan sistem kepemimpinannya tetap relevan untuk membimbing Generasi Z, generasi yang hidup di era digital dan disrupsi nilai.
1. Kepemimpinan yang Berbasis Wahyu
Kepemimpinan Rasulullah ﷺ tidak lahir dari ambisi pribadi, kekuatan militer, atau keunggulan rasial, melainkan dari wahyu Ilahi.
Beliau bersabda:
“Aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Dari prinsip ini lahir pola kepemimpinan berbasis akhlakul karimah, yang tidak hanya mengatur manusia, tetapi juga menyucikan hati dan menata peradaban. Kepemimpinan beliau bukan dominasi kekuasaan, melainkan pembimbingan ruhani yang menegakkan nilai keadilan, kasih sayang, dan amanah.
Konsep khilafah an-nubuwwah yang diteruskan oleh para sahabat merupakan perpanjangan dari model kepemimpinan yang bersumber dari wahyu, bukan hasil kompromi politik atau kepentingan duniawi.
2. Empat Sifat Wajib Rasulullah ﷺ sebagai Fondasi Kepemimpinan
Keagungan kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ terletak pada kesempurnaan pribadinya yang dihiasi empat sifat wajib para Rasul: Shidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
Keempat sifat ini menjadi fondasi utama dalam sistem kepemimpinan Islami yang beliau teladankan.
1. Shidiq (Jujur)
Kejujuran Nabi ﷺ bukan sekadar ucapan, tetapi terpancar dari seluruh perilakunya. Sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau telah dikenal sebagai al-Amīn — sosok yang dipercaya karena kejujurannya.
Kejujuran adalah dasar utama dalam membangun kepercayaan umat. Seorang pemimpin tanpa shidiq akan kehilangan legitimasi moral di mata pengikutnya.
2. Amanah (Dapat Dipercaya)
Nabi ﷺ memikul amanah tidak hanya dalam perkara dunia, tetapi juga dalam urusan wahyu dan umat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikulnya…”
(QS. Al-Ahzab: 72)
Pemimpin sejati tidak mengkhianati tanggung jawabnya. Amanah Rasulullah ﷺ menjadi contoh bagi setiap pemegang kekuasaan agar mengelola urusan umat dengan tanggung jawab, bukan keserakahan.
3. Tabligh (Menyampaikan)
Rasulullah ﷺ menyampaikan seluruh risalah Allah tanpa menyembunyikan sedikit pun. Beliau tidak takut pada tekanan, ejekan, atau ancaman.
Dalam konteks kekinian, tabligh berarti transparansi, keterbukaan informasi, dan komunikasi yang jujur.
Seorang pemimpin di era digital harus berani menyampaikan kebenaran di tengah derasnya arus hoaks dan disinformasi.
4. Fathonah (Cerdas dan Bijaksana)
Kecerdasan Rasulullah ﷺ terbukti dalam strategi dakwah dan pemerintahan. Beliau mampu menata masyarakat plural di Madinah dengan Piagam Madinah, sebuah karya politik cemerlang yang jauh mendahului zamannya.
Kecerdasan beliau bukan sekadar intelektual, melainkan fathonah ruhaniyah — kebijaksanaan yang berpadu antara akal, hati, dan wahyu.
Empat sifat ini menjadi standar moral dan spiritual bagi seluruh pemimpin umat.
Tanpa keempatnya, kepemimpinan hanya akan menjadi kekuasaan tanpa arah.
3. Transformasi Sosial dan Peradaban
Nabi Muhammad ﷺ memimpin perubahan dari masyarakat jahiliyah menuju umat beradab hanya dalam waktu 23 tahun.
Beliau mengubah sistem kepercayaan, ekonomi, hukum, dan budaya — bukan dengan kekerasan ideologis, melainkan dengan pendidikan, keteladanan, dan hikmah.
Di Madinah, beliau membangun:
- Piagam Madinah sebagai konstitusi pertama di dunia yang menjamin hak semua warga, termasuk non-Muslim;
- Persaudaraan Muhajirin dan Anshar sebagai model integrasi sosial tanpa kelas;
- Masjid Nabawi bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan, diplomasi, dan administrasi negara.
Kepemimpinan beliau bersifat transformatif dan inklusif, menyentuh seluruh dimensi kemanusiaan — politik, spiritual, sosial, dan budaya.
4. Relevansi Kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ bagi Generasi Z
Generasi Z hidup di tengah dunia yang serba cepat, digital, dan penuh distraksi. Mereka membutuhkan figur dan nilai yang dapat menjadi kompas moral dan spiritual.
Kepemimpinan Nabi ﷺ memberikan pelajaran berharga bagi generasi ini:
1. Integritas di Era Digital
Sifat Shidiq menuntun agar generasi muda jujur di dunia nyata dan maya.
Kejujuran digital adalah bagian dari akhlak Islami.
2. Amanah dalam Tanggung Jawab Sosial
Setiap jabatan, konten, atau pengaruh di media sosial adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
3. Tabligh dalam Dakwah Digital
Generasi Z harus menyampaikan nilai Islam dengan kreatif, santun, dan cerdas di ruang publik global — sebagaimana Rasulullah ﷺ menyampaikan wahyu dengan penuh hikmah.
4. Fathonah dalam Literasi dan Inovasi
Kecerdasan spiritual dan intelektual Nabi menjadi inspirasi bagi generasi muda agar berpikir kritis, produktif, dan solutif di tengah tantangan zaman.
Dengan meneladani kepemimpinan Rasulullah ﷺ, Generasi Z tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga penggerak peradaban yang berjiwa rahmatan lil ‘alamin.
Epilog
Demikianlah tulisan ini — sederhana, namun lahir dari getaran hati.
Sebagai jawaban ruhani atas permintaan almarhum KH. Abdullah Syukri Zarkasyi dalam mimpi di ujung fajar — sekaligus refleksi menjelang Hari Santri Nasional.
Semoga Allah menerima amal kecil ini sebagai bentuk cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ, serta sebagai tanda bakti kepada guru yang telah menunjukkan jalan kepemimpinan sejati:
kepemimpinan yang berawal dari iman, berbuah akhlak, dan bermuara pada peradaban.
اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه
Ya Allah, jadikan kami termasuk orang-orang yang mendengarkan nasihat, lalu mengikuti yang terbaik darinya.
Darel Azhar Rangkasbitung, Banten — 15 Oktober 2025
(Dalam Perspektif Memenuhi Wasiat Ruhani Almarhum KH. Abdullah Syukri Zarkasyi — serta dalam rangka menyongsong Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2025)
