InilahKita.com | Jakarta — Langkah cerdas dan berani dilakukan Kementerian Haji dan Umroh (Kemenhaj) agar pengelolaan dan pelaksanaan haji dan umroh ke depan bebas dari praktik korupsi, manipulasi, penyelewengan, rente, dengan melakukan pertemuan guna menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pertemuan kedua lembaga tinggi negara tersebut digelar di Kantor Kementerian Haji dan Umrah, di jl. Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/25).
Pertemuan yang sebelumnya diawali dengan rapat tertutup kedua belah pihak itu dihadiri Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, serta Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Reda Manthovani, dan Sekretaris Jamintel Sarjono Turin.
Kedua lembaga itu membahas peluang sinergi dalam pengawasan tata kelola kelembagaan hingga penyelenggaraan haji, yang mencakup proses pengadaan dan penyediaan layanan, persiapan keberangkatan, pelaksanaan ibadah di Tanah Suci, hingga pasca penyelenggaraan haji.
“Hari ini saya sebagai Wakil Menteri Kementerian Haji dan Umrah, kemudian Pak Jaksa Muda Intelijen dari Kejagung melakukan pembicaraan terkait dengan persiapan MoU antara Kementerian Haji dan Umrah bersama dengan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti perintah Presiden terkait dengan upaya melakukan pengelolaan dan penyelenggaraan haji yang bersih, jauh dari praktik korupsi, manipulasi, dan rente,” ujar Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, yang disampaikan dalam konferensi pers usai melakukan pertemuan tertutup dengan pihak Kejaksaan Agung.
Dalam pertemuan itu, kedua lembaga juga mempersiapkan memorandum of understanding (MoU) atau kerja sama untuk penyelenggaraan haji yang bebas dari korupsi
“Yang nantinya akan dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan untuk melakukan pengawasan dan pemantauan melekat oleh Kejaksaan Agung terkait dengan penyelenggaraan haji dan umrah,” tutur Dahnil.
Setelah pertemuan ini, Dahnil menambahkan, akan dilanjutkan dengan kesepakatan yang intens lagi antara Menteri Haji dan Umroh bersama Jaksa Agung.
“Nanti, setelah pembicaraan kami pada hari ini, Pak Menteri dan Pak Jaksa Agung akan melanjutkan MoU dan kesepakatan untuk melakukan pengawasan tersebut,” imbuhnya.
Dahnil juga menyampaikan, dalam pertemuan tersebut, juga dibahas mengenai titik-titik rawan di mana sering terjadi praktik-praktik korupsi, manipulasi, dan rente, serta pos-pos yang berpotensi menjadi ‘ajang permainan’ praktik-praktik korup dan culas dalam tata pengelolaan dan pelaksanaan haji.
“Tadi Pak Jamintel sudah mendengarkan di mana-mana titik kritis dari praktik manipulasi, korupsi, maupun rente dari penyelenggaraan haji dan umrah, yang harus diawasi secara ketat, baik yang terjadi di dalam negeri maupun di Arab Saudi sana atau di luar negeri” ujar Dahnil.
Dahnil juga menjelaskan, ada 10 proses doing business dalam penyelenggaraan haji, mulai dari syirkah (pemondokan dan lain sebagainya), pengadaan barang, catering, maupun transportasi, yang menurutnya harus dipantau secara ketat dan serius, agar tidak terjadi lagi kebocoran atas dana dan anggaran haji, yang nilainya mencapai belasan triliun itu.
“Tadi kami sudah menjelaskan secara detail terkait dengan doing business penyelenggaraan haji dan umroh di Kementerian Haji nanti dan di Kementerian Agama sebelumnya. Jadi ada 10 proses doing business mulai dari pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri sampai dengan luar negeri itu nanti akan diawasi secara ketat oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan haji 2025 lalu, imbuh Dahnil, anggaran yang digunakan sebesar Rp.17 triliun. Dengan kebocoran yang terjadi mencapai 20-30 persennya. Hal itu menurutnya perlu diatasi agar biaya haji tidak tinggi dan ongkos haji (ONH) bisa diturunkan.
“Total anggaran haji di tahun 2025 mencapai sekitar Rp.17 triliun. Itu jika kita hitung dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat itu masih Rp.16.000. Nah, saat ini kurs dolar AS sudah Rp.16.500-an, yang tentu akan merubah pula besaran anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan haji 2026 nanti. Jika kebocoran 20-30 persen bisa ditekan, kalau perlu sebisa mungkin menjadi nol persen, maka ongkos haji dapat diturunkan sesuai arahan dan perintah Presiden,” jelasnya.
Tuntaskan Masalah Antrian Haji
Dahnil juga menyinggung masalah antrian haji di Indonesia yang mencapai puluhan tahun. Masalah klise yang menjadi keluhan utama para calon haji (calhaj) atau masyarakat yang ingin mendaftar haji.
“Sekarang ini, Bantaeng yang paling lama 48 tahun, Sulawesi 40 tahunan, Sumatera Utara 19 tahun, Banten 26-27 tahun, beda-beda. Ada yang 30, ada yang 40, ada yang 19, ada yang 25, dan seterusnya,” ujar Dahnil
Dahnil menilai, selain karena kesemrawutan data, juga karena selama ini formula pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang.
“Selama ini pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang. Rumusannya tidak sesuai. Bahkan BPK memberi catatan terkait hal itu. Tahun ini kami pastikan akan kembali merujuk pada Undang-undang Haji yang sudah direvisi,” tegas Dahnil.
Untuk itu, Kemenhaj, lanjut Dahnil, akan melakukan perombakan besar-besaran dengan langkah transformasi, yakni kembali ke undang-undang.
“Undang-undang menyebutkan, pembagian kuota haji harus berdasarkan dua hal: jumlah penduduk muslim di daerah dan jumlah daftar tunggu haji. Namun, formulasi itu selama ini tidak digunakan,” sambungnya.
Menurut Dahnil, perombakan ini akan berdampak pada pemerataan masa tunggu haji di seluruh Indonesia.
“Nah, besok ketika formulasi kembali ke undang-undang. Jangka pendeknya, jumlah antrean atau lama antrean itu seluruh Indonesia nanti akan sama. Lama antrean semua daerah itu sama, yaitu 26-27 tahun,” paparnya.
Dengan sistem baru ini, masa tunggu haji yang timpang antar wilayah akan dihapuskan. Dahnil menilai langkah ini lebih adil sekaligus memperbaiki tata kelola keuangan haji.
“Hal-hal seperti ini nanti dari sisi keuangan, dari sisi antrean, kita pastikan harus berkeadilan. Transformasi ini memang akan menimbulkan turbulence yang sangat berarti. Tapi pil pahit ini harus ditelan untuk memastikan perbaikan haji Indonesia lebih baik di masa yang akan datang,” jelasnya.
Komitmen Kejaksaan Agung Membantu Kementerian Haji dan Umroh
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Reda Manthovani, mengatakan Kejaksaan Agung akan berkomitmen untuk secara aktif ikut membantu pengawasan proses penyelenggaran haji.
“Kami akan mengupayakan semaksimal mungkin mulai dari tracking para pejabatnya dengan sistem kami yang ada dan network, agar bisa dideteksi dini. Kira-kira yang bisa masuk ke Kementerian Haji ini dengan persyaratan-persyaratan apa saja itu akan kami upayakan,” ujar Reda.
Reda menyampaikan, Kejagung juga akan memetakan titik rawan korupsi pada penyelenggaran haji. Sehingga, proses penyelenggaran haji bisa bersih.
“Kita fokus pada titik-titik itu diharapkan penyelenggaran haji ini dapat menjadi lebih clean, lebih tertata, kelolanya dengan baik. Jadi intinya bahwa kami disini diamanatkan untuk menjaga haji atau kita namakan disini program jaga haji,” ucapnya.
Selain itu, Reda mengaku, Kejaksaan Agung diminta untuk mengawasi proses pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan haji dan umrah, baik di dalam maupun luar negeri. Saat ini, kata Dahnil, ada sejumlah pejabat di Kementerian Haji dan Umrah juga memiliki latar belakang penegak hukum.
“Misalnya salah satu ini Pak Zainal ini sudah dikirim dari Kejaksaan Agung sejak awal. Beliau dulu mantan penuntut KPK 10 tahun, kemudian sekarang di badan Penyelenggara Haji sebagai Inspektur dan kami juga nanti akan meminta beberapa personil untuk membantu di Inspektorat Jenderal dan pengawasan di Kementerian Haji dan Umrah,” ucap dia.
Lebih lanjut, Kejaksaan Agung juga akan ikut melakukan proses screening dan tracking calon pejabat dan ASN untuk bekerja di Kementerian Haji dan Umrah juga akan dipantau Kejaksaan Agung.
“Karena kami tidak ingin SDM-SDM yang ada di Kementerian Haji nanti justru punya masalah-masalah terkait dengan praktek-praktek manipulasi rente dan korupsi dalam penyelenggaraan haji sebelumnya,” kata dia.
Rencananya, akan ada lebih 400 pejabat maupun ASN dari Kementerian Agama yang akan berpindah ke Kementerian Haji dan Umrah. Sebelum pindah, para pejabat itu akan di-tracking dan screening terlebih dahulu oleh pihak Kejaksaan Agung.
“Sesuai dengan kesepakatan kerja sama ini dan hasil dari rapat-rapat yang kami lakukan, komitmen kami adalah menjaga agar Kementerian Haji dan Umroh bebas dari orang-orang atau sumber daya manusia (SDM) yang bebas dari kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, bebas dari karakter praktek manipulasi rente dan korupsi,” papar Reda.