Inilahkita.com | Dalam beberapa tahun belakangan, kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan dan keberlanjutan telah mengalami peningkatan yang signifikan, khususnya di antara generasi muda. Saat ini, konsumen tidak lagi hanya mengevaluasi produk berdasarkan aspek kualitas atau harga, melainkan juga mempertimbangkan nilai etis yang diwakili oleh merek terkait. Kondisi ini mendorong sejumlah perusahaan besar di berbagai belahan dunia—mulai dari industri makanan hingga teknologi—untuk melakukan perubahan fundamental menuju model produksi yang lebih bersahabat dengan lingkungan.
Salah satu pendekatan yang sering diadopsi adalah green operations, atau operasi hijau, yang melibatkan integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam semua aspek kegiatan produksi dan operasional perusahaan. Hal ini mencakup pemanfaatan bahan baku yang ramah lingkungan, optimalisasi penggunaan energi, serta penanganan limbah secara bertanggung jawab, dengan tujuan utama mencapai keseimbangan antara profitabilitas bisnis dan pelestarian lingkungan.
Dari Tren ke Kebutuhan Bisnis
Operasi hijau tidak lagi dianggap sebagai tren korporasi semata, melainkan sebagai elemen strategis yang esensial. Dewi Nusraningrum dan rekannya (2021) dalam jurnal Psychology and Education menguraikan bahwa konsep ini muncul dari dua dimensi utama: tuntutan bisnis untuk mencapai efisiensi operasional, serta desakan masyarakat agar perusahaan menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar terhadap kelestarian planet.
Perusahaan multinasional seperti Unilever, IKEA, dan Starbucks telah mendemonstrasikan bahwa alokasi sumber daya untuk model produksi berkelanjutan tidak hanya mengurangi biaya dalam jangka panjang, tetapi juga meningkatkan kesetiaan konsumen. Sebagai contoh, Unilever mampu menghemat jutaan dolar setiap tahunnya melalui optimalisasi energi di fasilitas produksinya, sambil memperbaiki reputasi mereknya sebagai entitas yang peduli terhadap lingkungan.
Lebih lanjut, konsumen generasi muda saat ini memainkan peran kunci dalam membentuk dinamika pasar. Generasi Z, yang dikenal dengan tingkat kesadaran sosial yang tinggi, cenderung memilih merek yang menunjukkan komitmen autentik terhadap keberlanjutan. Penelitian Sustainable Consumerism: How Green Marketing Strategies Influence Brand Loyalty oleh Yuniasih dan rekannya (2023) mengungkapkan bahwa 7 dari 10 konsumen muda bersedia membayar harga premium untuk produk yang ramah lingkungan.
Efisiensi yang menghasilkan keunggulan
Berdasarkan penjelasan Baines et al. (2008) dalam Journal of Industrial Engineering and Management, implementasi green operations dapat terintegrasi sebagai komponen utama dalam strategi persaingan perusahaan. Konsep eco-efficiency menyoroti bahwa peningkatan efisiensi energi, pengelolaan limbah, serta rancangan yang ramah lingkungan mampu meningkatkan produktivitas sambil mengurangi biaya operasional.
Sebagai ilustrasi, sejumlah perusahaan manufaktur saat ini mengadopsi green supply chain management guna menekan emisi karbon di sepanjang rantai pasoknya. Penelitian yang diterbitkan dalam Foundation University Journal of Business & Economics oleh Mumtaz et al. (2024) mengindikasikan bahwa pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi logistik, tetapi juga memperkuat citra perusahaan di kalangan konsumen dan investor.
Tindakan praktis, seperti pemanfaatan bahan baku terbarukan, optimalisasi konsumsi air, serta penerapan sistem daur ulang di fasilitas produksi, dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap keberlanjutan. Beberapa sektor industri di Indonesia pun mulai mengikuti kecenderungan ini. Contohnya, industri fesyen domestik beralih menggunakan bahan organik dan metode pewarnaan alami yang menghasilkan limbah minimal.
Menarik hati Generasi Z
Bagi Generasi Z, masalah lingkungan tidak hanya merupakan topik diskusi, melainkan bagian dari identitas mereka. Generasi ini berkembang di era krisis iklim, penumpukan sampah plastik, dan peningkatan kesadaran global mengenai perubahan iklim. Akibatnya, mereka sering kali meragukan merek yang hanya mengklaim sebagai “ramah lingkungan” tanpa adanya bukti konkret.
Fenomena tersebut dikenal sebagai greenwashing, yaitu ketika perusahaan menyatakan komitmen terhadap keberlanjutan semata-mata untuk kepentingan pemasaran. Penelitian yang dipublikasikan dalam International Review on Public and Nonprofit Marketing (2025) menyatakan bahwa praktik ini malah mengerosi kepercayaan konsumen muda. Di sisi lain, merek yang secara konsisten menunjukkan transparansi—seperti melalui publikasi laporan keberlanjutan dan sertifikasi ramah lingkungan—berhasil memperoleh loyalitas yang berkepanjangan.
Perusahaan yang bertujuan menarik minat Generasi Z harus mengembangkan nilai-nilai yang sejalan dengan prioritas mereka. Integrasi antara produksi hijau, komunikasi yang jujur, dan inovasi berkelanjutan merupakan elemen kunci untuk membentuk lanskap bisnis masa depan yang lebih etis dan efisien.
SUMBER REFERENSI
Nusraningrum, D. et al. (2021). Green Operations Management with Green Business and Green Marketing Perspective. Psychology and Education.
Baines, T. et al. (2008). Examining Green Production and Its Role within the Competitive Strategy of Manufacturers. Journal of Industrial Engineering and Management.
Mumtaz, L. et al. (2024). Effectiveness of Green Supply Chain in Operations Management. Foundation University Journal of Business & Economics.
Yuniasih, I. et al. (2023). Sustainable Consumerism: How Green Marketing Strategies Influence Brand Loyalty.
“Greenwashing in Marketing: A Systematic Literature Review.” (2025). International Review on Public and Nonprofit Marketing.
