By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inilah KitaInilah KitaInilah Kita
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Reading: Makan Gratis Brasil
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
Inilah KitaInilah Kita
Font ResizerAa
  • Home
  • Sekitar Kita
  • DialeKita
  • Nusantara
  • Akademika
  • Komunitas
  • Generasi
  • Kiat Kita
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inilah Kita
Inilah Kita > Blog > DialeKita > Makan Gratis Brasil
DialeKita

Makan Gratis Brasil

Baru-baru ini, perhatian publik tersita oleh kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil. Di depan peserta forum bisnis G20 di Rio de Janeiro, beliau mengungkapkan niat untuk “belajar” dari program makan bergizi gratis Brasil.

Redaksi Kita
Redaksi Kita Published 19/11/2024
Share
dok. Antara
SHARE

Ahmadie-Thaha-Anime

Catatan Cak AT

Baru-baru ini, perhatian publik tersita oleh kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil. Di depan peserta forum bisnis G20 di Rio de Janeiro, beliau mengungkapkan niat untuk “belajar” dari program makan bergizi gratis Brasil. Sebuah langkah yang patut kita apresiasi — meski mungkin sambil menahan senyum kecil. Bukankah banyak pesantren kita sudah menyediakan makan gratis sejak dulu?

Mari kita lihat Brasil, negara berjarak 17.000 km dari kita, yang serius menjadikan makan siang sekolah bagian dari konstitusi. Di São Paulo, sudah jadi pemandangan umum sehari-hari: anak-anak sekolah dengan riang dituntun guru berjalan ke dapur sekolah, mengambil pasta dengan saus tomat segar, tuna sayur, dan salad kale. Bahkan, mereka bisa melihat bahan mentahnya dulu — ala MasterChef junior!

Program ini memberi makan lebih dari 40 juta anak di 160.000 sekolah, mencakup 5.570 kota, dan melibatkan ribuan petani kecil. Dengan anggaran Rp 11,98 triliun setahun, mereka mampu menyediakan 50 juta porsi makanan setiap hari. Semua ini dirancang oleh 8.000 ahli gizi dan diawasi oleh 80.000 anggota Dewan Makanan Sekolah. Singkatnya, ini bukan hanya soal makan, tapi soal ekonomi, pendidikan, serta pengentasan kemiskinan dan stunting dalam satu paket.

Namun, apakah semua ini langsung jadi? Tentu tidak. Program makan gratis ini dimulai sejak 1955, dirintis Presiden Vargas untuk mengatasi kelaparan dan meningkatkan kehadiran siswa di sekolah. Dengan target memenuhi 15% kebutuhan nutrisi harian anak-anak —sisanya di rumah— Brasil membuktikan bahwa kebijakan makan siang bukan sekadar “gratis,” tetapi harus bergizi dan berkelanjutan.

Sekarang, mari bayangkan program ini diterapkan di Indonesia. Di Brasil, sekolah memiliki dapur, di mana anak-anak diajari memasak dan gizi makanan. Di sini? Mungkin kita perlu menyulap kelas jadi dapur dengan nama khas seperti “Dapur Nusantara Halal dan Berkah.” Tapi siapa yang akan jadi chef-nya? Apakah guru olahraga yang mendadak jadi ahli gizi? Atau Bu RT yang biasa bikin menu spesial gorengan?

Soal logistik, Brasil mewajibkan 30% bahan pangan dari petani lokal. Apakah itu mungkin di sini? Tentu saja. Masalahnya, siapa yang akan diprioritaskan? Petani kecil atau “juragan tender”? Jangan sampai program ini malah jadi ajang mafia impor atau diembat para oligarki tamak! Apalagi, kalau dananya pakai utang luar negeri dengan syarat bahan makanannya harus impor.

Bagus, Prabowo saat di Brasil menyebut akan segera membentuk dan mengirim tim untuk mempelajari program ini. Tentu, siapa yang tak ingin studi banding ke Brasil sambil menikmati pantai Copacabana? Tapi yang penting itu implementasi, bukan sekadar jalan-jalan. Pelajari semua dokumen dan riset tentang seluk-beluk program di Brasil itu, termasuk mungkin kegagalan yang pernah dialaminya.

Yang paling riskan tentu manajamen pasokan bahan, rantai distribusi, dan sistem penjaminan gizinya. Bayangkan sup kacang merah dan salad bayam dikirim ke pelosok Papua. Sebelum sampai, jangan-jangan supnya berubah jadi rendang, gara-gara logistik amburadul. Atau, yang lebih “epik,” bahan makanannya malah lenyap dikorupsi sebelum sampai ke dapur sekolah.

Bagaimana soal kebiasaan yang dibawa dari rumah? Di Brasil, anak-anak suka salad kale yang sering disajikan mentah, dicampur dengan bahan-bahan lain seperti sayuran segar, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, keju, atau protein seperti ayam atau ikan. Di sini? Jangankan kale, sayur bening pun sering dianggap “momok.” Mungkin kita perlu pendekatan budaya, seperti mengganti kale dengan kangkung, atau membuat slogan “Salad Itu Sedap.”

Ironinya, Brasil sudah lama menjadikan program ini sebagai pilar pengentasan kemiskinan dan pembudayaan hidup sehat bergizi sejak kecil di sekolah. Sementara kita masih sibuk berdebat soal menu yang memenuhi kebutuhan gizi “Piringku” yang sudah lama disosialisasikan Kemenkes: Telur dadar atau nugget murah? Piring plastik atau daun pisang? Makan pakai tangan atau sendok?

Tentu, bagaimana pun, langkah Prabowo membawa harapan. Dengan belajar dari Brasil, atau mungkin juga dari banyak pesantren di sini, kita bisa menciptakan program yang tak hanya memberi makan anak-anak, tapi juga mendukung petani kecil dan mendorong kemandirian pangan. Tapi, mari pastikan ini bukan sekadar janji politik, apalagi pencitraan.

Jika Prabowo serius, mulailah dengan langkah kecil: rantai distribusi yang jelas, menu yang sesuai budaya lokal, dana halal, bahan-bahan juga halal thayyib, serta yang terpenting, tidak ada mafia dan oligarki yang bermain. Siapa tahu, suatu hari nanti, anak-anak kita dengan tubuh sehat akan berteriak, “Ayo makan kale!” tanpa paksaan.

Sampai saat itu tiba, mari berdoa Tuhan segera melepas ketertinggalan kita dari Brasil, sambil menyeruput kopi di sela berita.

Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 19/11/2024

TAGGED:brasilmakan gratis
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp LinkedIn Telegram Email
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Satu Abad aa-navis Peringati 100 Tahun AA Navis di UNESCO Prancis, Menduniakan Sastra Indonesia
Next Article mahasiswa bsi Siswa Semangat Bersekolah Meski Sekolah Rusak, Ironi Pendidikan Dasar di Indonesia

Latest News

Karena 'Flourish', Kita Jadi Juara Dunia!
Karena ‘Flourish’, Kita Jadi Juara Dunia!
DialeKita
noto susanto
Risiko Pintu Menuju Kesuksesan?
DialeKita
sekolah gratis
Akhirnya, Sekolah Gratis Sepenuhnya
DialeKita
qurban izi
Bukan Qurban Biasa: IZI Hadirkan Olahan Siap Saji untuk Negeri dan Dunia
Komunitas
Matahari Kembar
DialeKita
izi jakarta
LAZNAS IZI Resmikan Kaidah Kepatuhan Syariah Revisi 03: Standar Baru Tata Kelola Dana Umat
Komunitas
Peran Baru Jurnalis, Melatih AI Menulis Berita
Peran Baru Jurnalis, Melatih AI Menulis Berita
DialeKita

Baca Artikel Lain

DialeKita

Baterai Nuklir Lipat, Energi Menjanjikan Masa Depan

05/05/2025
DialeKita

Suami Takut Istri, Kok Bisa?

11/04/2025
DialeKita

Lebaran Manis

02/04/2025
DialeKita

Selamat Mudik, Selamat Berlebaran Bersama Keluarga

29/03/2025
Previous Next

Ikon Logo Inilah Kita

Kategori

  • Akademika
  • DialeKita
  • Generasi
  • Kesehatan
  • Kiat Kita
  • Komunitas
  • Nusantara
  • Sekitar Kita
  • Uncategorized

Inilah Kita

  • About
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media
  • Term & Condition
Inilah KitaInilah Kita
©2024 Inilah Kita
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?