Inilahkita.com | Pengambilan keputusan dan negosiasi bukan hanya soal angka dan kalkulasi untung rugi. Dalam bisnis syariah, keduanya harus dijalankan dengan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan keberkahan. Seiring dengan perkembangan bisnis yang makin kompleks dan penuh dengan berbagai tantangan, kemampuan membuat keputusan yang tepat dan melakukan negosiasi dengan bijak menjadi kunci bagi pelaku bisnis syariah untuk dapat tumbuh dan bertahan.
Artikel ini membahas pola pikir dan langkah strategis dalam pengambilan keputusan dan negosiasi, dari pola pikir “menang–kalah” hingga pola pikir “menang–menang” yang menjunjung tinggi nilai kerja sama. Lebih dari itu, nilai-nilai syariah seperti kejujuran, kerja sama, dan keberkahan juga diangkat sebagai fondasi dalam setiap proses negosiasi bisnis.
Pola Pikir Negosiasi: dari “Menang–Kalah” Menuju “Menang–Menang”
Pada umumnya, pola pikir negosiasi dapat dikategorikan menjadi dua: pola pikir “menang–kalah” dan pola pikir “menang–menang”. Pola pikir “menang–kalah” berusaha memaksimalkan keuntungan sepihak dengan memanfaatkan kelengahan pihak lain, seperti menyembunyikan kebutuhan atau membuat tawaran awal yang sangat tinggi agar dapat membuat pihak lain mengalah.
Namun, pola pikir ini mulai kurang relevan dalam konteks bisnis syariah yang mengutamakan kerja sama dan nilai keberkahan bersama. Pola pikir “menang–menang” menjadikan negosiasi sebagai usaha bersama untuk menciptakan kesepakatan yang membawa nilai positif bagi semua pihak yang terlibat. Pola pikir ini juga selaras dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kerja sama dan keadilan, seperti yang tercantum dalam QS. Al‑Maidah [5]:2 bahwa kerja sama dalam kebaikan dan takwa membawa keberkahan bagi pelakunya.
Langkah Awal: Berhati-Hati dalam Berbagi Informasi
Saat memulai negosiasi, pelaku bisnis syariah diajarkan untuk berhati‑hati dalam memberikan informasi. Memberikan terlalu banyak informasi terkait kebutuhan atau hambatan dapat membuat pihak lain memanfaatkannya untuk mendapatkan konsesi sepihak. Sebaliknya, memberikan informasi yang terbatas, tetapi jujur dan relevan, dapat membuat pihak lain tetap menghormati nilai kerja sama yang dijunjung tinggi bersama.
Contoh penerapan dapat terlihat dalam negosiasi kerja sama dengan pemasok. Jika pelaku usaha terlalu cepat menyebutkan anggaran dan kebutuhan spesifik, pihak lain dapat terdorong untuk menaikkan nilai penawaran mereka. Namun dengan komunikasi yang terukur dan penuh pertimbangan, pelaku usaha dapat menjaga nilai kerja sama sambil tetap membawa semangat kerja sama yang adil dan saling menguntungkan.
Tahap Pertengahan: Mengelola Harapan dan Memberikan Konsesi Berarti
Saat berada di tengah proses negosiasi, kemampuan pelaku bisnis syariah dalam mengelola ekspektasi pihak lain sangat diperlukan. Jika pihak lain merasa kebutuhan pelaku usaha terlalu mendesak, maka ekspektasi dan tawaran dari pihak lain dapat naik. Sebaliknya, bila pelaku usaha dapat membuat pihak lain merasa bahwa kebutuhan tidak sepenuhnya mendesak, maka pihak lain dapat lebih terbuka untuk memberi konsesi.
Konsesi juga memegang peranan penting dalam proses ini. Memberikan konsesi kecil yang berarti bagi pihak lain tetapi tidak signifikan bagi pelaku usaha dapat menciptakan kesan positif dan mempererat kerja sama. Misalnya, memberi apresiasi atau memberikan bonus kecil dapat membuat pihak lain merasa dihargai dan mendapat nilai dari kerja sama tersebut.
Tahap Akhir: Berani Berjalan Jika Tidak Sesuai Nilai
Pada tahap akhir negosiasi, keberanian untuk meninggalkan kesepakatan yang tidak membawa nilai positif bagi usaha maupun tidak sesuai dengan nilai syariah juga diperlukan. Kesediaan untuk berkata “tidak” bukan hanya soal keberanian, tetapi juga soal integritas dan kesetiaan pelaku usaha pada nilai kerja sama yang membawa keberkahan bagi semua pihak.
Pada tahap ini, komunikasi yang santun tetapi tegas juga dapat membuat pihak lain menghargai nilai kerja sama yang dijunjung tinggi. Keberanian untuk menolak kesepakatan yang tidak membawa nilai bersama dapat memberi efek positif jangka panjang bagi pelaku usaha dan membuat kerja sama selanjutnya tetap berada dalam koridor nilai-nilai syariah.
Etika dalam Pengambilan Keputusan dan Negosiasi Syariah
Pengambilan keputusan dan negosiasi yang dilakukan dengan nilai dan etika Islam tidak hanya soal angka atau metode, tetapi juga soal nilai kerja sama dan keberkahan bersama. Dalam praktiknya, pelaku usaha syariah dapat memberi konsesi kecil yang bermakna agar pihak lain merasa dihargai, tanpa merugikan usaha sendiri. Konsesi ini juga perlu diimbangi dengan pertukaran nilai yang berkeadilan, yakni memastikan setiap bentuk kebaikan yang diberikan dapat diimbangi dengan nilai balik dari pihak lain agar kerja sama tetap berada dalam nilai kesetaraan dan saling menghormati. Lebih dari itu, etika bisnis syariah juga menekankan pentingnya menjalin hubungan jangka panjang yang membawa kebaikan bersama, bukan hanya mengejar kesepakatan instan yang menguntungkan sepihak, tetapi juga kerja sama yang dapat tumbuh dan membawa keberkahan bagi semua pihak yang terlibat.
Contoh Implementasi dalam Kasus Nyata
Seorang pelaku usaha pelatihan syariah yang bernegosiasi dengan sekolah Islam dapat mengamalkan nilai-nilai ini dengan langkah yang terstruktur, mulai dari awal negosiasi hingga akhir. Di tahap awal, ia dapat berbicara dengan santun dan tidak terlalu terbuka soal kebutuhan atau hambatan usaha, agar pihak sekolah dapat memberi tawaran awal yang wajar. Memasuki tahap pertengahan, apresiasi dapat diberikan atas nilai kerja sekolah, disertai dengan konsesi kecil seperti pelatihan gratis bagi tenaga pengajar sebagai bentuk kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan. Terakhir, di tahap akhir negosiasi, pelaku usaha juga harus siap menolak kerja sama bila nilai yang disepakati tidak membawa keberkahan bersama atau tidak selaras dengan nilai bisnis syariah. Dengan pola ini, bukan hanya kesepakatan kerja sama yang adil dapat tercapai, tetapi juga terbangun hubungan bisnis yang membawa keberkahan bagi kedua pihak yang terlibat.
Kesimpulan
Pengambilan keputusan dan negosiasi dalam bisnis syariah bukan soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi soal kerja sama yang membawa nilai dan keberkahan bersama. Pola pikir “menang–menang” menjadikan nilai kerja sama dan etika bisnis syariah sebagai pondasi, dari tahap awal hingga akhir negosiasi.
Seperti contoh yang dijabarkan, pelaku usaha dapat memulai dengan komunikasi yang bijak, memberi konsesi kecil yang membawa nilai bagi pihak lain, dan tetap memegang teguh nilai kerja sama yang membawa keberkahan bagi semua pihak yang terlibat. Dengan mengamalkan nilai-nilai ini, bisnis syariah tidak hanya tumbuh dan bertahan, tetapi juga membawa kebaikan bagi umat dan keberkahan bagi pelakunya.