InilahKita.com | Jakarta — Banyak permasalahan dalam pelaksanaan haji yang terjadi di tahun 2025 kemarin. Masalah-masalah yang sebenarnya klise, yang sama yang hampir setiap tahunnya terjadi dalam pelaksanaan haji. Hal ini lah yang ingin segera dibereskan dan dibenahi oleh Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) dalam pengelolaan dan pelaksanaan haji ke depannya.
Sebagai Kementerian baru, yang baru dibentuk oleh Presiden Prabowo, tentu permasalahan seputar pengelolaan haji yang sudah akut selama puluhan tahun terjadi bukan lah perkara mudah untuk dibereskan.
“Dari hulu ke hilir berantakan. Mulai dari data yang tidak sesuai: ada suami terpisah dengan istri, atau ibu terpisah dengan anaknya padahal dalam satu kloter. Ada jemaah yang sudah tiba di Mekkah atau Madinah tapi seharian belum mendapat hotel. Ada juga pengisian data yang tidak tepat, orang yang semestinya tak layak berangkat justru diloloskan. Di Tanah Suci, kesehatannya menurun,” ucap Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Azhar Simanjuntak saat melakukan jumpa pers terkait kerja sama antara Kementerian Haji dan Umrah dengan Kejaksaan Agung di kantor Kemenhaj, jl. Thamrin, Jakarta Pusat, pada Selasa pagi (30/9/25).
“Kesemrawutan juga terjadi di puncak pelaksanaan ibadah haji, banyak jemaah yang tidak mendapatkan tenda. Namun akhirnya dapat bantuan dari Kementerian Umrah dan Haji Arab Saudi. Belum lagi yang terjadi di dalam negeri, seperti aset yang mangkrak di daerah: asrama haji hingga Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT) yang rusak dan tidak layak pakai, ada yang pembangunannya tidak sesuai, banyak sekali permasalahannya. Ya karena nantinya kan ada pergeseran aset ke Kementerian Haji dan Umrah,” sambung Dahnil.
Hal itu pula lah yang kemudian mendasari Kementerian Haji dan Umrah mengajak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk bekerja sama dalam pengawasan dan pengelolaan haji dan umroh.
“Hari ini saya sebagai Wakil Menteri Kementerian Haji dan Umrah, kemudian Pak Jaksa Muda Intelijen dari Kejagung melakukan pembicaraan terkait dengan persiapan MoU antara Kementerian Haji dan Umrah bersama dengan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti perintah Presiden terkait dengan upaya melakukan pengelolaan dan penyelenggaraan haji yang bersih, jauh dari praktik korupsi, manipulasi, dan rente,” ucap Dahnil, membuka jumpa pers di kantor Kemenhaj usai melakukan pertemuan tertutup dengan pihak Kejaksaan Agung.
Dahnil juga menyampaikan hasil rapat dengan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Reda Manthovani, dan Sekretaris Jamintel Sarjono Turin, bersama jajaran Kejagung lainnya, mengenai titik-titik rawan di mana sering terjadi praktik-praktik korupsi, manipulasi, dan rente, serta pos-pos yang berpotensi menjadi ‘ajang permainan’ praktik-praktik korup dan culas dalam tata pengelolaan dan pelaksanaan haji.
“Tadi Pak Jamintel sudah mendengarkan di mana-mana titik kritis dari praktik manipulasi, korupsi, maupun rente dari penyelenggaraan haji dan umrah, yang harus diawasi secara ketat, baik yang terjadi di dalam negeri maupun di Arab Saudi sana atau di luar negeri” ujar Dahnil.
menurut Dahnil, ada 10 proses doing business dalam penyelenggaraan haji, mulai dari syarikah (pemondokan dan lain sebagainya), pengadaan barang, catering, maupun transportasi, yang menurutnya harus dipantau secara ketat dan serius, agar tidak terjadi lagi kebocoran atas dana dan anggaran haji, yang nilainya mencapai belasan triliun itu.
“Jadi ada 10 proses doing business mulai dari pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri sampai dengan luar negeri itu nanti akan diawasi secara ketat oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan haji 2025 lalu, imbuh Dahnil, anggaran yang digunakan sebesar Rp.17 triliun. Dengan kebocoran yang terjadi mencapai 20-30 persennya. Jika dirupiahkan, angka kebocoran yang diselewengkan bisa mencapai kisaran Rp.4 triliun. Sungguh angka yang sangat besar. Untuk itu, Dahnil merasa kebocoran ini harus segera dibereskan. Selain merugikan negara dan jamaah haji, jika hal dibereskan, maka juga akan mempengaruhi biaya haji dan ongkos haji (ONH) tidak semakin tinggi, bahkan bisa diturunkan.
“Total anggaran haji di tahun 2025 mencapai sekitar Rp.17 triliun. Itu jika kita hitung dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat itu masih Rp.16.000. Nah, saat ini kurs dolar AS sudah Rp.16.500-an, yang tentu akan merubah pula besaran anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan haji 2026 nanti. Jika kebocoran 20-30 persen bisa ditekan, kalau perlu sebisa mungkin menjadi nol persen, maka ongkos haji dapat diturunkan sesuai arahan dan perintah Presiden,” jelasnya.
Salah satunya dengan menggunakan skema baru dalam pengelolaan layanan jamaah haji Indonesia 2026 dengan hanya melibatkan dua perusahaan penyedia layanan (syarikah) di Arab Saudi dari sebelumnya delapan syarikah. Dahnil mengaku, penunjukan dua syarikah ini bisa menekan ongkos perjalanan haji 2026 nanti.
“Alhamdulillah, biaya layanan yang dikelola oleh syarikah berhasil kita tekan lebih dari 200 riyal. Dari sebelumnya 2.300 riyal, tahun ini menjadi 2.100 riyal tanpa pungli dan tanpa manipulasi,” ujarnya.
Kedua perusahaan syarikah tersebut yakni: Rakeen Mashariq Al Mutamayizah Company For Pilgrim Service dan Albait Guest.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya efisiensi dan transparansi dalam penyelenggaraan haji, sekaligus mencegah praktik manipulasi dan pungutan liar (pungli) dalam proses pengadaan layanan.
Ia menjelaskan awalnya terdapat 150 syarikah yang ikut lelang. Setelah dilakukan penyaringan yang ketat, akhirnya terpilih dua syarikah yang akan melayani jamaah Indonesia.
“Syarikah itu yang ikut seleksi ada lebih dari 150 syarikah. Dalam proses lelang dan segala macam terpilih, awalnya ada tinggal 50, kemudian ada tinggal sekitar 20, kemudian terakhir itu ada tinggal empat, dan terakhir nanti akan dipilih dua syarikah,” ucapnya.
Selain pengurangan jumlah syarikah, kata dia, Kemenhaj juga menetapkan skema kontrak jangka panjang untuk penyediaan layanan haji. Kontrak tidak lagi dilakukan setiap tahun, melainkan bersifat multi-tahun.
“Kontraknya tidak lagi tahunan, tetapi langsung tiga tahun. Ini untuk mencegah praktik-praktik manipulasi dan umpan balik negatif dalam proses lelang syarikah di Arab Saudi,” tuturnya.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi menyeluruh dalam tata kelola haji dan umrah yang mengedepankan efisiensi, akuntabilitas, dan pelayanan optimal bagi jamaah.
“Kami berkomitmen memastikan penyelenggaraan haji lebih profesional, efisien, dan bebas dari kepentingan-kepentingan yang merugikan jamaah,” katanya.
Dahnil menyebut, kebijakan baru ini akan mulai diterapkan pada musim haji tahun 2026 dan menjadi acuan dalam perencanaan logistik serta layanan akomodasi jamaah di Tanah Suci.
Janji Tuntaskan Antrian Haji yang Hampir Setengah Abad
Dahnil juga menyinggung masalah antrian haji di Indonesia yang mencapai puluhan tahun. Masalah klise yang menjadi keluhan utama para calon haji (calhaj) atau masyarakat yang ingin mendaftar haji.
“Sekarang ini, Bantaeng yang paling lama 48 tahun, Sulawesi 40 tahunan, Sumatera Utara 19 tahun, Banten 26-27 tahun, beda-beda. Ada yang 30, ada yang 40, ada yang 19, ada yang 25, dan seterusnya,” ujar Dahnil
Dahnil menilai, selain karena kesemrawutan data, juga karena selama ini formula pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang.
“Selama ini pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang. Rumusannya tidak sesuai. Bahkan BPK memberi catatan terkait hal itu. Tahun ini kami pastikan akan kembali merujuk pada Undang-undang Haji yang sudah direvisi,” tegas Dahnil.
Untuk itu, Kemenhaj, lanjut Dahnil, akan melakukan perombakan besar-besaran dengan langkah transformasi, yakni kembali ke undang-undang.
“Undang-undang menyebutkan, pembagian kuota haji harus berdasarkan dua hal: jumlah penduduk muslim di daerah dan jumlah daftar tunggu haji. Namun, formulasi itu selama ini tidak digunakan,” sambungnya.
Menurut Dahnil, perombakan ini akan berdampak pada pemerataan masa tunggu haji di seluruh Indonesia.
“Nah, besok ketika formulasi kembali ke undang-undang, jangka pendeknya, jumlah antrean atau lama antrean itu seluruh Indonesia nanti akan sama. Lama antrean semua daerah itu sama, yaitu 26-27 tahun,” paparnya.
Dengan sistem baru ini, masa tunggu haji yang timpang antar wilayah akan dihapuskan. Dahnil menilai langkah ini lebih adil sekaligus memperbaiki tata kelola keuangan haji.
Selain itu, kesemerawutan data tunggu haji juga biasa dimainkan oleh para ‘oknum’ untuk memanipulasi. Termasuk temuan tentang “Data Batu” yang dimainkan untuk dijual, sebagai ajang korupsi.
“Daftar tunggu haji kita itu mencapai 5,4 juta jemaah yang sudah mendaftar. Apakah benar angka itu? Karena selama ini datanya tidak terbuka. Kami melakukan audit total terhadap data tersebut. Soalnya dari Pansus Haji sebelumnya ditemukan apa yang disebut sebagai “data batu”. Maksudnya, ada nama-nama yang sama, padahal orangnya tidak ada. Nama itu kemudian dijual kepada pihak lain yang bersedia membayar mahal,” ungkapnya.
“Jadi, bisa jadi antriannya bukan benar-benar 20 tahun karena ada manipulasi data tersebut. Ini langkah pertama yang akan kami lakukan,” tegas Dahnil.
Ia berjanji akan membenahi penyelewengan, kebocoran, korupsi, rente, masalah antrian dan tingginya ONH dalam pelaksanaan haji, serta seluruh permasalahan haji dengan berbagai terobosan, perombakan besar, dan transformasi menyeluruh secara terbuka, transparan dan akuntabel.
“Transformasi ini memang akan menimbulkan turbulence (goncangan) yang besar. Tapi seperti pil ini harus ditelan. Sesuai arahan dari pak Presiden Prabowo Subianto kepada kami yang menyebut semua permasalahan ini harus dibabat habis! untuk memastikan perbaikan haji Indonesia lebih baik di masa yang akan datang,” pungkasnya.