INILAH KITA | Dua tradisi khas Kampung Adat Cireundeu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat.
Tradisi tersebut perlu terus dilestarikan dan dikenalkan kepada masyarakat luas. Predikat WBTB ditetapkan pada tradisi warga Adat Cireundeu yang mengonsumsi singkong sebagai sumber karbohidrat sejak ratusan tahun silam.
Selain itu, predikat WBTB juga ditetapkan untuk tradisi Tutup Taun Ngemban Taun 1 Sura Saja Sunda. Penyerahan predikat WBTB dilakukan oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar Febiyani pada gelaran puncak rangkaian Peringatan Tutup Taun 1957 Ngemban Taun 1958 1 Sura Tahun Saka Sunda di Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi pada Minggu 4 Agustus 2024.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar Febiyani mengatakan bahwa dua tradisi yang selalu dijalankan warga Kampung Adat Cireundeu itu ditetapkan menjadi WBTB setelah melalui berbagai kajian oleh tiga akademisi yang jadi bagian dari tim WBTB tersebut.
“Tradisi itu harus terus dijaga masyarakat. Seperti tradisi makan rasi dan tutup taun yang ditetapkan jadi WBTB Jabar dan pemerintah pusat. Tentunya hal ini menjadi kebanggaan buat kita semua,” katanya dilansir pikiranrakyat.com.
Penetapan dua tradisi di Kampung Adat Cireundeu menjadi WBTB bermuara pada kewajiban masyarakat kampung adat dan Pemerintah Kota Cimahi dalam melakukan upaya melestarikan tradisi tersebut.
“Kedua tradisi yang diturunkan dari leluhur kepada keturunannya di Kampung Adat Cireundeu. Wajib dirawat dan dilestarikan. Jadi setelah ditetapkan itu tidak cuma ditetapkan saja, tapi ada tanggung jawab dibaliknya,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya mendukung kegiatan adat yang dilaksanakan warga Kampung Adat Cireundeu. “Kami dari Pemprov Jabar selalu mengimbau masyarakat umum juga terus mendukung Cireundeu lewat caranya sendiri. Pemerintah juga ikut hadir, mendorong keberlangsungan kehidupan warga adat Cireundeu,” ujarnya.
Kebiasaan warga adat Cireundeu mengonsumsi singkong berlangsung sejak 1918 sesuai dengan tuntunan dari para leluhur. Warga pun berkreasi mengolah singkong menjadi beras singkong (rasi) dan berbagai jenis penganan lainnya.[]