INILAH KITA | Kabupaten Muara Enim, yang memiliki motto “Semas, Sehat Mandiri Agamis dan Sejahtera,” terletak sekitar 175 km dari Palembang, ibu kota Sumatera Selatan.
Daerah ini dikenal kaya akan sumber daya alam, terutama migas dan batubara, yang harus dikelola dengan bijak demi kepentingan masyarakat. Selain itu, Muara Enim juga menyimpan kekayaan tradisi yang dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi yang masih dikenang adalah Bebehas.
Makna dan Pelaksanaan Tradisi Bebehas
Bebehas merupakan tradisi yang dahulu umum dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Muara Enim. Secara harfiah, Bebehas berarti menjadikan beras dari padi, atau kegiatan pengumpulan beras. Tradisi ini biasanya dilaksanakan ketika suatu keluarga mengadakan acara penting, seperti pernikahan, yang dikenal dengan istilah ngantenkan.
Tradisi Bebehas melibatkan khususnya para ibu dan remaja putri, yang melakukan kegiatan ini melalui kerja sama dan gotong royong. Secara keseluruhan, proses Bebehas terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama adalah memisahkan padi dari tangkainya, atau yang dikenal dengan istilah mengirik. Setelah padi dipisahkan, biji-biji tersebut dijemur dalam proses yang disebut mengisal.
Setelah dijemur, padi masuk pada tahap berikutnya, yaitu ditumbuk menggunakan lesung, yang bertujuan untuk memisahkan bulir padi dari kulitnya. Setelah berhasil, bulir padi akan ditampikan dalam alat tradisional yang terbuat dari balok kayu, yang biasa disebut isaram oleh masyarakat setempat.
Ritual Akhir dan Makna Sosial
Tahapan terakhir dalam tradisi Bebehas adalah membawa hasil panen padi ke rumah tuan rumah yang mengadakan acara. Sebagai bentuk ungkapan syukur, tuan rumah biasanya memberikan oleh-oleh berupa bakul yang berisi berbagai bahan makanan, seperti gula, kopi, dan minyak goreng.
Seluruh proses ini dilakukan dalam suasana gembira dan penuh keikhlasan, menggambarkan semangat kebersamaan yang kuat.
Meskipun Bebehas merupakan tradisi yang sangat khas dari masyarakat pedesaan Muara Enim, keberadaannya kini semakin terancam oleh laju perkembangan zaman dan teknologi. Tradisi ini semakin jarang, bahkan dapat dikatakan hampir punah.
Penyebabnya adalah perubahan pola hidup yang semakin individualistis, menggeser nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan yang menjadi inti dari Bebehas. Padahal, esensi dari tradisi ini meliputi nilai-nilai luhur masyarakat Muara Enim, seperti kekompakan, saling menghormati, dan rasa syukur atas berkah yang diberikan Tuhan.[]
Sumber: indonesiakaya.com